Berebut Rezeki di Atas Jembatan
Kepala DPC Organda Surabaya Wastomi Suheri menyatakan, pihaknya beberapa kali mendapat aduan dari pengusaha dan sopir angkot terkait pelanggaran tersebut. Menurut dia, masalah yang sering disampaikan para pengusaha dan sopir adalah terkait dengan bus AKDP jurusan Madura yang bisa menaikturunkan penumpang di jarak pendek (dalam Kota Surabaya).
Dari temuan para sopir, setelah adanya Jembatan Suramadu, bus AKDP tidak menggunakan feri untuk menyeberang ke Madura atau sebaliknya. Mereka lebih memilih lewat tol Suramadu. Sepanjang perjalanan dari Surabaya hingga menjelang Suramadu, bus-bus tersebut sering dipergoki menaikkan penumpang jarak pendek atau dalam kota.
Akibat kondisi tersebut, pengusaha dan sopir angkot yang memiliki jurusan ke Suramadu merasa dirugikan. ''Laporan itu sudah beberapa kali disampaikan ke dewan. Ini rawan kalau tidak dicari solusinya,'' tegas Wastomi.
Baru-baru ini, laporan pelanggaran trayek juga dilakukan MPU dari Bangkalan. Puluhan sopir angkot UBK jurusan Ujung-Kenjeran dan R2 Jembatan Merah-Kenjeran nglurug ke Mapolsek Kenjeran. Mereka datang untuk meminta bantuan polisi agar menertibkan angkot L-300 yang datang dari Bangkalan dan menyerobot trayek yang selama ini menjadi hak mereka. ''Mereka mengeluh penumpang angkotnya berkurang karena diambili MPU dari Bangkalan yang melintas di Suramadu,'' ungkap Kapolsek Kenjeran AKP Sayen Victor Tarigan.
Menurut dia, masalah pelanggaran trayek bukan wewenang polisi. Namun, sesuai pengamatan di lapangan dan laporan yang masuk, memang banyak MPU dari Bangkalan jenis Mitsubishi L-300 yang seharusnya menuju Pelabuhan Perak dan menyeberang dengan feri mengubah jalur trayeknya melalui Jembatan Suramadu. ''Mungkin mereka melihat lebih mudah dan lebih hemat jika dibanding naik feri,'' katanya.
Bukan hanya itu, para sopir MPU L-300 dari Bangkalan juga memberi layanan plus-plus. Mereka kadang menurunkan penumpang di sekitar kawasan Suramadu sampai depan rumah layaknya travel. Harga yang dipatok Rp 50 ribu-Rp 70 ribu per penumpang. Yang lebih parah, para sopir itu juga mengambil penumpang di kawasan Nambangan, Bulak Cumpat, serta Kedinding Lor untuk diangkut ke Bangkalan.
''Nah, itulah yang dipermasalahkan puluhan pengemudi angkot UBK dan R2. Mereka merasa jatah makannya sudah diambil sopir lain. Saya juga tidak bisa menyalahkan mereka,'' ujar Sayen.
Tak berhenti di situ, karena berebut trayek tersebut, kasus penganiayaan juga sempat terjadi. Seorang sopir angkot R2 melapor dirinya menjadi korban pengeroyokan oleh lima sopir angkot L-300 dari Bangkalan pada Jumat (18/9).
Pengeroyokan itu terjadi lantaran korban menegur sopir L-300 yang sedang mengambil penumpang di wilayah trayek angkot R2. Merasa tersinggung, sopir L-300 dibantu empat temannya mendatangi korban dan mengeroyoknya.
Polisi mengejar para pelaku pengeroyokan dan menahan seorang sopir L-300 yang diduga sebagai otak pengeroyokan. ''Dia kami tahan karena terbukti bersalah,'' tegas Sayen.
Masalah terkait trayek juga diakui Kepala DPD Organda Jatim Mustofa. Menurut dia, permasalahan tersebut lebih banyak disebabkan adanya kesalahpahaman para sopir. Dia menjelaskan, bus-bus AKDP memang sebenarnya berhak melewati jalur mana pun dalam Kota Surabaya. Sebab, hal tersebut tidak diatur dalam trayek bus AKDP. Jadi, jika bus-bus tersebut menurunkan penumpang di jalan di dalam kota, sebenarnya sah-sah saja.
''Misalnya, mereka (bus AKDP) menurunkan penumpang di Sidotopo. Itu tidak apa-apa. Tapi, kalau mereka menaikkan penumpang untuk jarak dekat, itu tidak boleh. Persoalannya, kami sulit memantau,'' jelasnya.
Senada dengan Mustofa, Kabid Angkutan Darat Dinas Perhubungan dan LLAJ Jatim Sumarsono mengungkapkan, sejauh ini tidak ada laporan dari petugas di lapangan terkait pelanggaran trayek yang dikeluhkan para sopir. (gun/dan/ari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar